The Art of War

Ketahuilah diri mu, ketahuilah musuh mu, berperanglah 1000 kali, dan kau akan menang.
Aku ingin mengetahui semua kelemahan mu bukan berarti aku ingin mentertawakan atau merendahkan mu, tetapi aku ingin lebih jujur dalam mencintai mu.

Jumat, 04 Juni 2010

ABORSI, KEBUTUHAN ATAU KEBUNTUAN?

BKKBN memperkirakan bahwa setiap tahunnya kurang lebih 2.000.000 perempuan di Indonesia melakukan aborsi karena kehamilan yang tidak diinginkannya, walaupun tindakan aborsi tersebut merupakan hal yang ilegal di Indonesia. Hal itu juga di ungkapkan oleh Guru Besar Universitas YARSI Jakarta, Prof.Dr H Jurnalis Uddin, P.AK. dalam seminar dan lokakarya "Sosialisasi Buku Reinterpretasi Hukum Islam Tentang Aborsi" di Hotel Santika, Surabaya, Februari 2008, bahwa praktik aborsi (pengguguran kandungan) di Indonesia tetap tinggi dan mencapai 2,5 juta kasus setiap tahunnya. Data tersebut belum termasuk kasus aborsi yang dilakukan di jalur non medis (dukun).
Pengertian aborsi sendiri menurut prof. DR. Dr. Sarwono Prawirohardjo, DSOG. adalah pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gr atau kurang dari dua puluh minggu usia kehamilan. Dalam Kamus Saku Kedokteran Dorland juga dikatakan bahwa aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi dari uterus sebelum janin viabel (dapat mempertahankan hidupnya sendiri).
Aborsi dapat dibagi dalam dua macam, yaitu aborsi spontan dimana aborsi terjadi secara alami, tanpa adanya faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, dan aborsi yang disengaja dimana dengan memakai obat-obatan (jamu, dsb) maupun dengan alat-alat. Aborsi yang disengaja sendiri terbagi menjadi dua, aborsi dengan alasan bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa ibu dan biasanya perlu mendapat persetujuan dua sampai tiga tim dokter ahli, dan aborsi yang dilakukan karena tindakan-tindakan yang ilegal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
Ada beberapa alasan kenapa seorang perempuan melakukan aborsi seperti yang diungkapkan Jurnalis Uddin, yaitu karena alasan perkosaan, janin dideteksi punya cacat genetik, alasan sosial ekonomi, gangguan kesehatan, KB gagal, dan lainnya. Alasan yang umum diungkapkan oleh perempuan yang sudah menikah adalah karena sudah tidak ingin memiliki anak lagi, seperti hasil survei yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS), 75 % wanita usia reproduksi berstatus kawin tidak menginginkan tambahan anak. Sedangkan bagi perempuan yang belum menikah mereka melakukan aborsi karena tidak ingin memiliki anak tanpa ayah, merupakan aib keluarga, takut menggangu sekolah, dan karena alasan norma di masyarakat dan juga agama.
Walaupun praktek aborsi dilarang keras oleh Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan juga Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 tahun 2005 tentang larangan aborsi. Tetapi kenapa tetap saja praktek tersebut sering dijalankan?
Kita bisa melihat dari data dan berbagai alasan tersebut diatas, bahwa praktek aborsi sudah menjadi suatu kebutuhan bagi perempuan di Indonesia. Mungkin jika alasannya adalah karena jika tidak dilakukan akan membahayakan jiwa ibu yang mengandung (berdasarkan indikasi medis) maka kita akan dapat memakluminya, tetapi jika alasannya adalah alasan yang ilegal atau tanpa didasari oleh indikasi medis maka hal itu yang menjadi masalah.
Bukan hanya secara hukum dan agama bermasalah tetapi keselamatan jiwa dari ibu yang mengandung juga akan menjadi masalah. Hal itu dikarenakan kebanyakan perempuan yang melakukan aborsi secara ilegal, melakukannya dengan tenaga yang tidak ahli (dukun). Penelitian pada 10 kota besar dan 6 kabupaten memperlihatkan 53 % jumlah aborsi terjadi di kota, padahal penduduk kota 1,36 kali lebih kecil dari pedesaan, dan pelayanan aborsi dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih terdapat di 16 % titik pelayanan aborsi di kota oleh dukun bayi dan 57 % di kabupaten. Kasus aborsi yang ditangani dukun bayi sebesar 11 % di kota dan 70 % di kabupaten dan dari semua titik pelayanan 54 % di kota dan 85 % di kabupaten dilakukan oleh swasta/ pribadi (PPKLP-UI, 2001).
Perempuan yang melakukan aborsi dengan tenaga yang tidak terlatih akan mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi. WHO memperkirakan ada 4,2 juta aborsi dilakukan per tahun, 750.000 - 1,5 juta dilakukan di Indonesia, 2.500 orang diantaranya berakhir dengan kematian (Wijono, 2000). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 mengungkapkan bahwa aborsi berkontribusi 11,1 % terhadap Angka kematian Ibu (AKI).
Kehamilan yang tidak diinginkan oleh pasangan yang belum menikah menjadikan angka aborsi dan kematian menjadi bertambah. Seks bebas yang telah mereka lakukan yang berujung kepada kehamilan membuat mereka datang ke praktek-praktek aborsi ilegal yang ditangani oleh tenaga tidak terlatih. Sebenarnya apa yang ada dibenak mereka saat ingin menggugurkan kandungan tersebut. Seharusnya mereka berpikir, setelah mereka melakukan kesalahan (dosa) dengan melakukan hubungan seksual diluar nikah apa semestinya mereka harus melakukan kesalahan yang kedua dengan membunuh calon bayinya. Itu pun jika si ibu selamat, jika si ibu juga meninggal saat proses aborsi! Catatan-catatan itu seharusnya di sikapi dengan bijak oleh semua pihak, baik para remaja sendiri maupun orang tua dan pemerintah.
Peran orang tua sebenarnya adalah yang paling besar dari semuanya. Orang tua yang bijak adalah orang tua yang mengerti kebutuhan anaknya sesuai umur atau perkembangannya. Bukan berarti semua keinginan anaknya selalu diberikan, tetapi berikan apa yang memang diperlukan oleh anak (bermanfaat) dan filter atau buang apa yang dapat merugikannya. Seperti pemberian sex education sejak dini akan membuat anak ketika remaja dan dewasa dapat lebih memahami bahaya dari seks bebas. Memfilter apa yang dilihat dan dilakukan anak. Teknologi yang semakin canggih juga mengharuskan orang tua harus sedikit banyak bisa menguasai teknologi tersebut. Jangan menjadi orang tua yang GAPTEK, yang nantinya dapat di “bohongi” oleh anak sendiri.
Pendidikan yang baik harus diberikan sejak dini. Jangan kita menjadikan pendidikan seks menjadi hal yang tabu bagi anak-anak. Selain kita memberikan pembelajaran kepada anak, kita juga harus belajar apa-apa saja yang dibutuhkan oleh anak. Karena setiap tahap perkembangan/umur anak berbeda kebutuhannya. Jauhkan juga anggapan bahwa mengerti kebutuhan anak dan juga kepribadiannya hanya bisa dilakukan oleh seorang psikolog. Orang tua yang tidak mempunyai bidang dalam hal itu juga bisa melakukannya dengan belajar dari berbagai buku dan banyaknya seminar juga menjadi bahan referensi bagi orang tua dalam mengasuh anak.
Selain melalui kesadaran remaja akan bahayanya aborsi dan seks bebas dan juga usaha pemerintah yang selalu memberikan penyuluhan, pendidikan dan bimbingan orang tua sejak dini juga sangat dibutuhkan. Bukankah mencegah lebih baik dari pada mengobati. Jika semua itu bisa terlaksana maka angka aborsi dan kematian juga akan berkurang.
Jika aborsi tidak dapat terelakkan lagi, maka peran pemerintah dalam memberikan rekomendasi klinik atau rumah sakit sebagai tempat aborsi yang aman merupakan hal yang penting. Selain itu harga yang mahal saat melakukan aborsi di klinik atau rumah sakit juga harus menjadi perhatian pemerintah. Karena tanpa adanya perhatian dan tindakan dari pemerintah tentang hal itu maka angka aborsi yang tidak aman dan angka kematian akan semakin bertambah besar setiap tahunnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar