The Art of War

Ketahuilah diri mu, ketahuilah musuh mu, berperanglah 1000 kali, dan kau akan menang.
Aku ingin mengetahui semua kelemahan mu bukan berarti aku ingin mentertawakan atau merendahkan mu, tetapi aku ingin lebih jujur dalam mencintai mu.

Jumat, 04 Juni 2010

GEORGE WILHELM FRIEDRICH HEGEL

Riwayat Hidup GWF. Hegel
GWF. Hegel lahir di kota Stuttgart pada tanggal 27 Agustus 1770, dari sebuah pegawai negeri sipil. Pada usia 18 tahun yaitu pada tahun 1788, dia menjadi mahasiswa teologi di Universitas Tübingen. Dalam usia dua puluh tahun dia meraih ijazah filsafatnya, dan tiga tahun kemudian menyelesaikan studi teologinya. Sesudah meninggalkan Tübingen, dia menjadi seorang tutor pada keluarga bangsawan di Bern, Swiss yaitu pada tahun 1797. Pada masa-masa ini, antara tahun 1793-1800, dia menghasilkan tulisan-tulisan teologisnya. Istilah “teologi” Hegel disini jangan dipahami lepas dari filsafat, bahkan bagi Hegel filsafat adalah sebuah teologi dalam arti menyelidiki yang absolut.
Pada tahun 1801, Hegel mengajar di Universitas Jena. Di sini dia bekerja sama dengan Schelling dalam penyuntingan sebuah jurnal filsafat. Di sini juga dia menerbitkan adikaryanya yang termasyhur, Die Phanomenologie des Geistes (fenomenologi roh). Sesudah itu dia menjabat selaku rektor di Gymnasium kota Nuremberg. Di kota ini dia menerbitkan Wissenschaft der Logik (ilmu pengetahuan logika). Reputasinya sebagai seorang filsuf meningkat ketika dia mengajar di Heidelberg. Di situ dia menerbitkan karya sistematis dan komprehensifnya, Enzyklopädie der philosophischen Wissenschaften im Grundriss (Ensiklopedia ilmu filsafat dalam ringkasan). Sesudah itu, tahun 1818, dia mengajar di Berlin. Di situ dia menerbitkan karyanya, Grundlinien der Philosophie des Rechts (Garis Besar Filsafat Hukum). Kemudian Hegel meninggal pada tahun 1831.

Biografi
1770 : Lahir di Stuttgart pada tanggal 27 agustus
1788 : Studi Teologi di Tübingen
1793 : Lulus, lalu pindah ke Bern, Swiss selama 3 thn
1797 : Mengajar Privat di Frankfurt atas bantuan Hölderlin
1801 : Mengajar di Jena sampai 1806, habilitasi tentang astronomi
1801 : Terbit Differenz des Fichteschen und Schellingschen
Systems der Philosophie
1807 : Terbit Phaenomenologie des Geistes di Bamberg
1808 : Menjabat rektor di Gymnasium Nuremberg sampai 1816
1812 : Terbit Wissenschaft der Logik
1817 : Terbit Enzyklopaedie der philosophischen Wissenschaft
im Grundrisse untuk bahan kuliahnya
1820 : Terbit Grundlinien der philosophie des Rechts
1831 : Meninggal di Berlin tanggal 14 November
Minat Awal Hegel pada Tema Alienasi dan Pemulihannya
Dalam pandangannya tentang agama, Hegel mempersoalkan paham agama yang disebarkan oleh Pencerahan, yaitu bahwa agama Kristen adalah sebuah agama rasional. Menurutnya, agama rasional seperti itu justru membuat para penganutnya tercerabut dari semangat kebudayaan Jerman. Yang diidam-idamkan Hegel sebenarnya adalah agama seperti yang dianut kebudayaan Yunani. Agama Yunani kuno itu berakar pada semangat rakyat dan terintegrasi dalam kebudayaan Yunani. Agama Yunani adalah sebuah Volksreligion (agama rakyat), yaitu sebuah agama yang rasional, namun tetap berakar dalam semangat rakyat. Meski demikian, ada juga kekurangan pada agama Yunani, yaitu kurang merenungkan moralitas, dan menurut Hegel, agama Kristen melengkapi ini. Dengan demikian ide normatif Hegel adalah sebuah agama yang menjadi “totalitas etis” yang mencakup baik kejeniusan maupun semangat rakyat Jerman.
Hegel mengatakan bahwa manusia di sini terasing bahkan dari Allah sendiri. Alienasi dalam agama ini, dalam Katolisisme, dipulihkan lewat kepercayaan akan sakramen-sakramen. Dalam Der Geist des Christentums und sein Glauben (semangat Kekristenan dan kepercayaannya), tema alienasi dan pemulihan juga muncul dengan cara lain. Dalam agama Yahudi, menurutnya, Allah adaah Tuan, sedangkan manusia adalah budak yang melaksanakan perintah-Nya. Hubungan seperti itu adalah alienasi, dan menurut Hegel, alienasi ini diatasi dalam agama Kristen yang memandang Allah itu kasih, maka keterasingan manusia dari Allah dan dari sesamanya disembuhkan oleh kesatuan kasih.

Pengatasan Oposisi sebagai Masalah Dasar Filsafat
Hegel berpendapat bahwa tujuan dasariah filsafat adalah mengatasi oposisi-oposisi. Dalam pengalaman sehari-hari pikiran kita hanya menangkap kemajemukan, pertentangan, kontradiksi, dst. Pikiran misalnya, menghadapi soal dualisme jiwa dan badan, atau kontradiksi antara subyek dan obyek, alam dan roh, yang terbatas dan yang tidak terbatas. Oposisi-oposisi macam itu tidak memuaskan pikiran, dan menurut Hegel kepentingan dasariah dari rasio (Vernunft) adalah mengusahakan kesatuan utuh dari oposisi-oposisi itu. Dengan kata lain, rasio ingin selalu mencapai Yang Absolut. Karena itu, Hegel ingin merumuskan Yang Absolut itu secara filosofis. Untuk itu dia menjumpai sebuah masalah: kalau mau dirumuskan secara filosofis, tidak ada jalan lain kecuali lewat refleksi, padahal refleksi termasuk ke dalam intelek (Verstand) yang beroperasi dengan data indrawi. Hegel mengatakan masalah itu dengan mengangkat refleksi akan Yang Absolut itu ke taraf rasio (Vernunft) atau intuisi intelektual. Disini dia menggabungkan refleksi dan intuisi menjadi spekulasi filosofis.
Yang Absolut atau “Roh”, “Idea”, “Rasio”
Titik tolak bagi idealisme Hegel kemudian adalah Yang Absolut (das Absolute). Yang Absolut adalah totalitas, seluruh kenyataan. Hegel memahami seluruh kenyataan ini sebagai sebuah “proses menjadi”. Dalam arti ini setuju dengan Schelling, dia memahami kenyataan sebagai sebuah proses teleologis. Yang Absolut tidak hanya dipahami sebagai seluruh proses itu, melainkan juga tujuan (telos) dari proses itu sendiri. Hegel lalu memahami Yang Absolut itu sebagai subyek. Kalau dia itu subyek, tentu ada obyeknya. Menurut pemahaman Hegel, obyek adalah dirinya sendiri. Dalam arti ini, Yang Absolut adalah “Pikiran yang memikirkan dirinya sendiri”, “subyek yang menyadari dirinya sendiri”. Dengan kata lain, Yang Absolut itu adalah Roh.
Sejarah filsafat adalah proses bagaimana Yang Absolut itu menyadari dirinya sendiri. Karena itu Hegel juga menyebut Yang Absolut itu sebagai idea, logos, dan Rasio. Akan tetapi Rasio atau Idea jangan dipahami sebagai pikiran individual, melainkan sebagai seluruh realitas yang memikirkan dirinya sendiri. Untuk menegaskan maksud ini, Hegel merumuskan sebuah asas yang termasyur dalam prakata bukunya tentang negara: “Was vernünftig ist, das ist wirklich; und was wirklich ist, das ist vernünftig” (“Semua yang rasional itu real dan semua yang real itu rasional”). Maksudnya, Rasio sama luasnya dengan seluruh realitas, maka realitas adalah proses pemikiran atau Idea.

Sistem Hegel
Sistem Hegel terdiri dari logik, filsafat alam dan filsafat roh. Logika menjelaskan ide sebagai Ding an Sich (benda dalam dirinya). Seluruh proses dunia adalah suatu perkembangan roh. Sesuai dengan hukum dialektika roh meningkatkan diri, tahap demi tahap, menuju kepada Yang mutlak. Filsafat alam menjelaskan alam sebagai roh yang mengasingkan diri dan menjadi hal lain. Filsafat roh menjelaskan ide yang pulang pada dirinya sendiri.

a.LOGIK
Logik mencoba menangkap Roh sebagai Universum Pikiran Murni atau lukisan Tuhan sebelum menciptakan alam. Logik terdiri dari tiga bagian : Logik des Seins, Logik des Wesens dan Logik des Begriffs. Logik des Seins dan Logik des Wesens ialah logik obyektif yang disebut Logik dan Begriffs ialah logik subyektif. Logika obyektif ialah hal yang sebelum Hegel disebut metaphysika, ilmu tentang hal mengada sebagai hal mengada.
Isi dari Logik ialah :
A. Logik des Seins :
Qualitas, Hal Mengada, Hal Tak Mengada, Dasein, Hal Terbatas, Hal Tak Terbatas, Fur Sich Sein , Satu, Banyak.
Quantitas.
Ukuran.
B. Logik des Wesens
Essensi sebagai dasar Eksisteni
Erscheinung
Kenyataan
C. Logik des Begriffes
Pengertian subyektif
Obyek.

b.FILSAFAT ALAM
Res Extensa res cogitans dari Descartes diganti Hegel dengan :
Mekanika (ruang waktu, gerakan, materi, gravitasi)
Fisika (bintang-bintang, unsur-unsur, kohesi, bunyi, panas, kimia)
Organika (zoologi, botani).
Menurut Hegel dapat dikatakan bahwa Alam ialah “das Anders Sein” dari Ide.
Hal mengada lain dari ide.
Mengapa Tuhan mau membuka Dirinya dalam hal yang rendah? Hegel menjawab : Die Gottliche Idee ist eben dies, sich zu entschlieszen, dieses Andere zu sein aus sich heraus zu setzen und wieder in sich zuruck zu nehmen um Subjektiviteit und Geist zu sein.
Alam menurut Hegel ialah proses dunia, dinamika alam. Abad ke 19 ialah zaman ilmu-ilmu historis di segala bidang pengetahuan. Ilmu alam ialah ilmu sejarah materi. Dinamika itu mempunyai tujuan, bukan evolusi yang buta (Darwin) melainkan suatu riwayat yang logis.
Alam adalah rohani: was wirklich ist ist vernunftig, was vernunftig ist ist wirklich. Hegel mencari kesatuan dalam perubahan, dalam hal yang berubah dia cari hak yang permanen.

c.FILSAFAT ROH (Phenomenologie des Geistes)
Filsafah Roh mengikuti Filsafah Alam karena Roh ialah tujuan dari perkembangan alam. Roh ialah ide yang telah pulang pada dirinya dan bertingkat-tingkat.
Roh yang subyektif (anthropologi, fenomenologi psikologi)
Roh yang obyektif (hak, susila, morilatif)
Roh Absolut (kesenian, agama, filsafah)
Yang paling masyhur ialah yang ditulis Hegel tentang Undang-Undang, hak-hak, susila dan moralitas. Dasar dan tujuan dari segala gejala ini ialah KEMERDEKAAN.
Menurut Hegel yang mutlak adalah roh yang mengungkapkan diri dalam alam, dengan maksud supaya dapat sadar akan dirinya sendiri. Hakekat roh adalah ide atau pikiran. Pikiran menjadi sadar akan dirinya sendiri didalam sejarah umat manusia. Oleh karena itu manusia mendapat bagian dari ide yang mutlak itu, yang adalah Yang Ilahi.
Hegel pernah mengatakan bahwa sejarah ialah perkembangan roh dalam waktu. Bagi Hegel roh adalah perkembangan Negara-negara, kebudayaan-kebudayaan dan lembaga-lembaga (roh obyektif).
Menurut Hegel dialektika bersifat ontologis, bahwa proses gerak pemikiran adalah sama dengan proses gerak kenyataan. Oleh karena itu pengertian-pengertian, kategori-kategori, sebenarnya bukanlah hukum-hukum pemikiran belaka, tetapi kenyataan-kenyataan, realita. Pengertian-pengertian dan kategori-kategori dan lain-lainnya itu, bukan hanya hal-hal yang menyusun pemikiran kita, tetapi semuanya itu adalah kerangka dunia, artinya: semua itu menggambarkan hakekat dunia dalam pikiran.
Tesis pertama yang dikemukakan Hegel adalah suatu pengertian yang paling umum, yaitu “yang ada”. Sebagai pengertian umum “yang ada” ini sama dengan “yang tidak ada”. Oleh karena itu sebagai hal yang tidak dapat dirumuskan bagaimana, “yang ada” itu sekaligus adalah “yang tidak ada”, atau “ketiadaan”, yaitu segi negatif dari “yang ada”.
Jikalau “yang ada” mewujudkan tesis, dan “yang tidak ada” mewujudkan antitesis, maka “menjadi” adalah sintesisnya. Sebab didalam “menjadi” itu keduanya, “yang ada” dan “yang tidak ada” dipersatukan dalam dataran yang lebih tinggi.
Hegel mencoba mengerti bahwa sintesis yang mutlak antara subyek dan obyek bukanlah hal yang terbatas yang telah menjadi tidak terbatas di seberang sana, yaitu di seberang hidup ini, melainkan suatu “keberadaan” didalam “ketiadaan”, suatu menjadi di dalam “yang mutlak”. Dengan demikian refleksi itu meniadakan diri sendiri dan meniadakan segala keterbatasan. Oleh karena itu “yang mutlak” adalah suatu totalitas, dimana tiap hal dalam asasnya telah tercakup, dimana tiap bagian sekaligus mewujudkan keseluruhan.
Di dalam sintesis baik tesis maupun antitesis bukan dibatasi (seperti pendapat Fichte), melainkan aufgehoben. Kata Jerman aufgehoben mempunyai tiga arti, yaitu :
a.mengesampingkan (umpamanya suatu undang-undang dikesampingkan).
b.merawat, menyimpan, jadi tidak ditiadakan, melainkan dirawat dalam suatu kesatuan yang lebih tinggi dan terpelihara.
c.ditempatkan pada dataran yang lebih tinggi, dimana keduanya (tesis dan antitesis) tidak lagi berfungsi sebagai lawan yang saling mengucilkan.
Di dalam hidup sehari-hari ada banyak teladan tentang apa yang dimaksud oleh Hegel ini: suatu pandangan yang ekstrim kekanan menimbulkan suatu reaksi yang ekstrim kekiri, yang kemudian menelorkan suatu kompromi yang menyelaraskan keduanya itu. Umpamanya: golongan yang satu menghendaki supaya Negara menguasai agama. Pandangan ini mengandung didalamnya hal yang positif baik, yaitu bahwa ada kesatuan di antara kekuatan dan kekuasaan politik, sehingga tata tertib nasional terjamin. Segi yang negatif yang tidak baik ialah, bahwa kebebasan agama ditiadakan. Agama harus tunduk kepada pemerintah. Pandangan yang demikian itu membangkitkan reaksi, yang menghendaki supaya agama menguasai Negara. Keuntungan pandangan ini, yang mewujudkan segi yang positif, ialah bahwa kebebasan agama terjamin, artinya: agama dapat mngatur diri sesuai dengan hakekat dan sifat-sifatnya. Akan tetapi segi yang negatif ialah adanya kemungkinan kebebasan agama itu hanya berlaku bagi satu agama saja. Selain daripada itu kekuasaan di Negara tidak sama dengan kekuatan yang real, sehingga tatatertib nasional dapat goyah. Jikalau pandangan yang pertama tadi mewujudkan tesisnya, maka pandangan yang kedua adalah antitesisnya. Sintesis bagi kedua pendapat itu adalah pandangan yang menghendaki perpisahan diantaran agama dan Negara. Keduanya, baik agama maupun Negara, harus diberi tugasnya sendiri-sendiri dibidangnya sendiri-sendiri. Segi yang positif, yang baik dari pandangan ini adalah, bahwa tatatertib nasional terjamin, sedang kebebasan agama terjamin bagi semua agama. Baik kekuasaan maupun kekuatan politik berada ditangan yang sama.
Sesudah Hegel pengikut-pengikutnya dibagi dua sayap : Rechts Hegelianer (sayap kanan) dan Links Hegelianer (sayap kiri). Sayap kanan yaitu, Mohler dan Gunther. Sayap kiri yaitu, Franz Strausz, Gabler, Hinrichs, Goschel, Bruno Bauer, Ruge, Feuerbach, Stirner, Engels dan Marx.

KRITIKAN DARI FILSUF LAIN
Feuerbach mengatakan, bahwa manusia harus dipandang sebagai Gattung, sebagai makhluk alamiah. Oleh karena itu segala pengertian spekulatif seperti yang dikemukakan Hegel harus ditolak, sebab hanya apa yang nyatalah yang benar. Pendapat itu juga di setujui oleh Karl Marx. Feuerbach dan Marx juga berpendapat bahwa agama adalah hasil proyeksi keinginan manusia, akan tetapi Marx berpikir lebih lanjut, dan bertanya mengapa timbul keinginan-keinginan tertentu di tengah-tengah kelompok manusia tetentu itu ? Jawabannya didapatkan didalam hubungan-hubungan kemasyarakatan. Perasaan-perasaan dan gagasan-gagasan keagamaan adalah hasil suatu bentuk masyarakat tertentu. Jikalau kita membicarakan manusia, tidak boleh kita membicarakannya sebagai tokoh yang abstrak, yang berada diluar dunia ini. Manusia berarti dunia manusia, yaitu Negara, masyarakat. Negara, masyarakat inilah yang menghasilkan agama.
Hegel juga berpendapat bahwa hakekat manusia yang sebenarnya adalah kerja, akan tetapi kerja oleh Hegel dipandang sebagai kerja rohani yang abstrak. Tetapi menurut Marx, kerja justru adalah sesuatu yang tercuri daripada manusia, bukan tercuri daripada roh. Berbeda dengan binatang, manusia harus menciptakan sendiri kemungkinan-kemungkinan bagi hidupnya.
Menurut Hegel, hidup yang konkrik itu hanya mewujudkan suatu unsur saja didalam proses perkembangan ide. Pandangan itu ditolak oleh Kierkegaard. Menurut Kierkegaard, setiap hari orang dihadapkan dengan pertanyaan : “Apa yang harus dilakukan dalam keadaan yang konkrit itu?” Patokan umum yang berlaku bagi seluruh umat manusia di segala zaman dan tempat tidak mungkin dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan hidup yang konkrit yang timbul sehari-hari. Sebab setiap orang dihadapkan dengan persoalannya sendiri, yang khusus hanya berlaku baginya. Persoalan yang konkrit yang timbul setiap hari itu oleh Kierkegaard disebut “persoalan-persoalan eksistensial”.

KRITIKAN DARI penulis

Hegel mengatakan, bahwa dia mengidam-idamkan agama yang rasional tetapi juga berakar pada semangat kebudayaan dari negaranya. Dia juga kurang setuju dengan agama Kristen yang rasional, yang membuat para penganutnya tercerabut dari semangat kebudayaan Jerman. Menurut saya, agama yang rasional tidak akan membuat rakyat atau para penganutnya lupa akan kebudayaan negaranya. Akan tetapi agama yang rasional akan memberi batasan yang sesuai terhadap kebudayaan itu. Semua itu juga kembali kepada para penganut agama itu sendiri. Jika para penganut agama itu sadar bahwa pentingnya menjaga ketaatan akan agamanya akan tetapi disisi lain dia juga tidak mau menghilangkan kebudayaan negaranya yang sudah ada maka dia akan menjalani agamanya dengan taat tetapi tetap melestarikan kebudayaannya. Melestarikan bukan berarti ikut menjalankan kebudayaan yang salah menurut agama yang dianutnya. Tetapi ikut menjaga dan menghormati orang yang menjalankan kebudayaan itu.
Jika Hegel menginginkan agama yang rasional maka dia juga harus berpikir secara rasional. Agama adalah suatu ajaran yang memberikan keselamatan dan kebaikan kepada para penganutnya. Maka daripada itu agama harus benar-benar berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, bukan agama yang diciptakan manusia atau agama karena kebudayaan. Jika agama berasal dari manusia atau kebudayaan, maka agama itu akan menjadi tidak mutlak. Jika manusia yang membuat agama itu salah maka agama yang diciptakannya juga akan salah. Agama adalah sebuah kenyakinan dari dalam hati manusia bukan sebuah hal yang harus dibuktikan secara akal atau rasio. Jika ingin agama itu menjadi sebuah hal yang rasional, maka kita harus menyakininya dulu bahwa agama itu memang rasional.


Referensi
Hardiman, F. Budi. 2004. Filsafat Modern. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.
Soemargono, Soejono. 1992. Alih Bahasa. Sejarah Ringkas Filsafat Barat. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Hadiwijono, Harun. 1980. Cetakan Pertama. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
Brouwer, M.A.W. 1980. Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sezaman. Bandung: Alumni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar